PENTINGNYA MEDIA RELATIONS DALAM PUBLISITAS





TUGAS DASAR-DASAR PUBLIC RELATIONS
PERAN PUBLISITAS DALAM PUBLIC RELATIONS


Dosen Pembimbing : Rachmat Kriyantono, Ph.D

     NAMA       : Muhamad Reva Abrian Saputra
     NIM           : 165120200111041
     JURUSAN : Ilmu Komunikasi
     KELAS      : A-2 Dasar-Dasar Public Relations

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

PENDAHULUAN
Tulisan ini berisi review mengenai tulisan berjudul “Publisitas dan Media Relations”  dari buku karya Rachmat Kriyantono Ph,d berjudul “Public Relations Writting”. Harapannya dengan ditulisnya review ini akan menambah pengetahuan pembaca dalam praktisasi ranah public relations.
Secara garis besar seperti yang kita ketahui bersama bahwa public relations dan publisitas merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, mereka saling terikat satu sama lain dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya dalam membentuk cintra, pandangan, presepsi publiknya, public relation membutuhkan media sebagai publisitas mereka, jalan menyebarkan informasi mengenai perusahaan kepada khalayak luas. Begitupun dengan media, mereka butuh informasi salah satunya dari perusahaan sebagai bahan pemberitaan mereka. Sehingga hubungan keduanya harus saling baik dan berkesinambungan, utamanya bagi public relations kepada media, karena publisitas dari media one of main way bagi perusahaan dalam menyebarkan informasi perusahaan. Dalam rangka menjalin hubungan yang baik dengan media, perusahaan perlu mengerti bagaimana media mereka, karakteristik media tersebut, apa saja yang dibutuhkan, dan lain sebagaianya mengenai media. Dari situ bisa menjadi bahan bagi PR untuk menganalisa bagaimana mereka harus bertidak kepada perusahaan, bagaimana membangun hubungan yang baik, berkomunikasi yang efektif, PR perusahaan bisa mengupayakan aksi strategis agar hubungan terjalin baik, sehingga pandangan media tentang perusahaan positif dan akan membawa berita positif juga terhadap masyarakat.
Dengan demikian publisitas merupakan salah satu peluang utama perusahaan dalam rangka memperkenalkan diri mereka kepada ranah publik melalui penyebaran informasi yang dilakukan media. Penyebaran informasi bisa dengan produk public relation, seperti press release, press conference, press gathering, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebutlah yang akan menjadi bahan publisitas, jika terdapat faktor-faktor yang dianggap layak untuk dimuat menjadi berita. (Kriyantono, 2008) memaparkan terdapat dua faktor penentu suatu produk public relation dijadikan publisitas atau tidak.

1.      Faktor penulisan materi publisitas
Karena informasi yang ditulis oleh public relation adalah materi yang akan dimuat di media, disini berarti public relation dituntut untuk mengerti teknik-teknik penulisan sesuai kaidah penulisan jurnalistik, karena berarti informasi dari public relations tersebut akan menjadi sebuah produk jurnalistik. Hal itu mencakup ; teknik mencari berita, teknik menulis berita baik media cetak maupun elektronik, dan etika jurnalistik. Mereka juga perlu mengerti perbedaan public relations writting dengan yang ditulis wartawan berbeda. Perbedaanya terletak pada tujuan pemberian informasi, yang mana tulisan wartawan untuk memberi informasi kepada publik sebegaia sarana kontrol sosial, sedangkan tulisan public relations untuk memberika informasi kepada public yang bertujuan untuk mempersuasi agar terjadi perubahan sikap terhadap perusahaan.

2.      Faktor kualitas hubungan media (media relations)
Hubungan yang semakin baik antara public relations dengan media akan semakin memperbesar peluang informasi yang ditulis public relations dimuat. Karena pada dasarnya dimuat atau tidaknya informasi merupakan wewenang media, dalam hal ini sang PR diperhatikan dan simpati dengan partnernya, yakni perusahaan tempat public relations tersebut, sehingga informasi akan lebih berpeluang dimuat. Berpeluang atau tidaknya informasi dimuat dipengaruhi bagaimana hubungan public relations dengan media. Dalam hal ini berlaku prinsip “win the editor’s heart and mind” yang berarti public relations mesti memenangkan hati dan pikiran editor media. Hal ini akan memunculkan simpati terhadap perusahaan tempat public relations tersebut, yang berarti disini hubungan yang baik akan secara alamiah terjalin. “Pikiran” berkaitan hal-hal yang bersifat rasional, seperti kualitas berita, kaidah penulisan, sedangkan “Hati” disini hal diluar itu yang mendukung, yang akan membangun hubungan yang baik.

            Esensi hubungan antara public relations pada dasarnya merupakan sinergi yang bersifat simbiosis mutualisme. Media membutuhkan bahan-bahan informasi yang terkadang kesulitan untuk mendapat karena keterbatasan wartawan, disini peran public relation dengan membantu mencarikan berita yang berasal dari infromasi yang ada dari perusahaannya. Sedangkan perusahaan butuh untuk dikenal publiknya yang disini dikendalikan public relations, disini peran media yang berfungsi sebagai sarana menyebarluaskan infromasi mengenai perusahaan. Sehingga dengan berjalan sebagai partner yang saling melengkapi public relations maupun media dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Public relations bertanggung jawab dalam menyebarka informasi perusahaan, sedangkan media bertanggung jawab dalam memenuhi hak publik akan informasi.
            Namun, dalam praktiknya terjadi perbedaan mendasar antara public relations dan media. Presepsi yang tertanam dalam masyarakat bahwa public relations adalah representasi dari perusahaan, dan media merupakan representasi khalayak. Sehingga media dituntut untuk kritis dalam memberitakan sesuatu, termasuk mengenai informasi dari public relations. Hal itu berimbas wartawan dapat dengan bebas mendapat informasi dan mencari tahu apa yang terjadi diluar. Dari kedua aktifitas dan presepsi terhadap public relations dan media, berimbas kembali pada presepsi khalayak, bahwasannya public relations hanya ajang promosi dan membesar-besarkan perusahaan saja, dan media hanya sekedar memberitakan rumor, sekedar mencari sensasi, issue dan membesar-besarkan suatu kejadian. Hal-hal tersebut memunculkan prinsip yang diakui public relations sebagai “bad news is a god news” yang berarti peristiwa/berita buruk merupakan berita bagus. Berarti berita berita yang buruk mengenai perusahaan cenderung disukai “pers”, bahkan berita yang hanya kecil awalnya bisa dibesar-besarkan. Disini peranan public relations untuk menjaga agar citra perusahaan tetap terjaga di mata media. Jangan sampai ada berita negatif yang tercium oleh media, baik yang tidak benar, maupun yang sekalipun benar adanya. Karena dengan hal tersebut akan membentuk opini dan pendapat yang buruk pula dari publik mengenai perusahaan yang diberitakan oleh media. Dampaknya citra perusahaan akan jatuh. Public relations adalah orang pertama yang bertanggung jawab atas hal tersebut, berita mengenai perusahaan yang buruk oleh media berarti disini public relations perusahaan tersebut juga buruk. “Bad news is bad PR” (Kriyantono, 2008:72). Keberhasilan public relations dalam mecegah informasi negatif menjadi indikator keberhasilan kerja public relations.
            Sebagai bahan analisa perbaikan dan pelajaran bagi perusahaan, public relations perlu mengetahui sebab-sebab yang memungkinkan terjadinya berita buruk, yang dimana PR sebenarnya bisa mengurangi kemungkinan munculnya berita berita negarif. Kriyantono (2008) menjelaskan terdapat beberapa penyebab terjadinya berita negatif, dipandang dari pendekatan public relations, yakni :

1.      Tersumbatnya saluran komunikasi.
Tersumbatnya saluran komunikasi bisa dengan publiknya, konsumennya, termasuk dengan media. Tersumbatnya saluran komunikasi akan menyebabkan misscommunication antara public relations dengan media, terlebih mengenai hal yang terlihat tidak wajar oleh media yang disini media mencium adanya sebuah masalah dalam perusahaan, hal tersebut akan semakin meruncing dan meluas menjadi berita negatif.

2.      PR gagal memosisikan sebagai “dominat-coalition”.
PR dalam perusahaan perlu memosisikan dirinya sebagai “dominat-coalition” yaitu orang-orang yang dianggap berkarisma, pintar, dan memiliki pengaruh besar di mata baik manajer maupun karyawan, sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya. Mereka biasanya adalah pilihan karyawan saat sedang terjadi masalah, sehingga karyawan yang mempunyai masalah atau kurang mendapat informasi dapat bertukar pikiran langsung secara terbuka dengan public relations, masalah-masalah tersebut juga dapat dibahas dengan manajer, yang juga karena rasa percaya yang sudah tertanam, manajer akan secara terbuka pula mendengarkan saran masukan dari public relations. Ini bisa mengurangi masalah aga tidak meruncing dan keluar dan tercium oleh media.

3.      Hubungan media yang kurang baik.
Hal ini berkaitan dengan dimuat tidaknya informasi oleh perusahaan oleh media. Hubungan yang kurang baik antara public relations dengan media pun jika akhirnya dipublisitas, informasi akan menjadi bernada negatif. Dan hal ini biasanya terjadi pada perusahaan tertutup, tidak menghargai media dan tidak mau bekerja sama. Karena kontrol berita ada ditangan media, berita negatif pun sulit dicegah, terlebih disini kontekknya public relations tidak mau bekerja sama dengan media. Kualitas liputan berita media sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan media. Karena perusahaan bersifat tersebut akan menyebabkan tersumbatnya saluran komunikasi, karena akses media untuk mendapat informasi dari perusahaan kurang memuaskan. 

            Faktor-faktor yang menyebabkan publisitas negatif diatas bisa dijadikan bahan analisis dan pembelajaran bagi public relation untuk bagaimana harus menanganinya, menanggulanginya, dan untuk bisa menghindari hal-hal serupa, sehingga penerimaan infromasi oleh media akan tetap baik sebagaimana mestinya. Dalam hal hubungan yang baik dengan media, hal tersebut akan terbangun jika terjadi komunikasi yang efektif dengan media. Dan jika komunikasi tidak berlangsung efektif degan media akan berakibat berdampak buruk juga terhadap kualitas hubungan diantara keduanya. Sehingga disini, komunikasi yang efektif dengan media harus dibangun. Public relations dituntut membangun relasi yang kondusif demi citra perusahaan. Bagi perusahaan, hubungan dengan media merupakan investasi jangka panjang. Membangun hubungan yang baik dengan media tergantung bagaimana public relations membangun komunikasi yang efektif dengan media. Dalam konteks public relations writting, penulisan dan pengiriman materi informasi atau bisa juga produk public relations writiing kepada media secara berkala merupakan upaya untuk tetap menjaga komunikasi yang efektif. Dalam membangun komunikasi yang efektif public relations perlu mengerti bagaimana karakteristik dan kebutuhan media yang merupakan partner nya. Hal tersebut merupakan bahan analisis selain untuk membangun komunikasi yang efektif, juga untuk acuan bertindak dalam membangun hubungan yang baik dengan media.

MEMAHAMI KARAKTERISTIK MEDIA
            Memahami karakterstik media merupakan dasar acuan bagaimana harus bertindak bagaimana membangun komunikasi ang efektif untuk berbias pada terbangunnya hubungan yang baik. Public relations perlu untuk mengetahui banyak hal mengenai media. Hal tersebut dianalogikan dengan istilah “ketahuilah dengan siapa anda berbicara”;”ketahuilah untuk siapa anda menulis” sehingga kita bisa memiliki dasar pijakan untuk bertindak kedepannya. Deskripsi mengenai perusahaan beberapa media biasanya tersimpan dalam sebuah media list yang dibuat oleh public relations. Kriyantono (2008) menjelaskan karakterstik media yang perlu kita pahami mencakup :

a.       Karasteristik jenis media
Jenis media antara media cetak dan media elektronik memengaruhi pola pikir wartawan, penulisan, dan sebagainya. Penulisan media koran (media cetak) akan berbeda dengan media televisi atau radio (media elektronik). Penulisan informasi untuk media cetak akan sangat diburu waktu, karena mereka dikejar deadline, sehingga diperlukan informasi secepatnya. Maka public relations perlu untuk menyediakan dan memberika waktu secepat mungkin. Masing-masing media juga memiliki karakteristik format dan program yang berbeda-beda pula, misa majalah untuk remaja, televisi khusus untuk program berita dan infromas, surat kabar khusus berita ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan karakteristik ini disesuaikan dengan target audience dari media tersebut.

b.      Kebijakan redaksional
Kebijakan redaksional berarti kebiasaan dan aturan yang dilakukan redaksional. Banyak hal mengenai kebijakan redaksional yang perlu dimengerti public relations untuk bisa menyesuaikan dengan apa yang dicari media, sehingga komunikasi efektif dan hubungan yang baik terbangun. Hal tersebut menyangkut aturan penulisan berita dan deadline. Berkaitan mengenai deadline public relations perlu memperhitungkan dengan memahami cara yang biasa digunakan untuk menerima informasi, jika tulisan tersebut tidak dibatasi faktualisasi (misal press release) bisa diantar lewat pos yang memang butuh beberapa hari untuk sampai. Tapi jika dibutuhkan deadline untuk faktualisasi bisa diantar langsung ke meja redaksi yang memungkinkan materi tulisan langsung sampai dan terbaca, tapi hal ini berimbas redaksi mungkin akan terganggung kesibukannya. Jika materi tidak berisi gambar bisa dikirim melalui faksmilie yang berarti cepat, tidak mengganggu, hanya tidak terdapat konten gambar. Ketiga option diatas memiliki masing-masing kekurangannya, yang akan teratasi oleh email yang menjadi alternatf dan banyak digunakan, karena cepat, tepat sasaran, bisa memuat gambar, dan tidak akan mengganggu kesibukan karena bisa dibuka kapan saja.

c.       Sitem Distribusi
Hal ini berkaitan dengan wilayah edar media masa, dan juga mencakup segmentasi khalayak mulai dari gaya hidup, pekerjaan, tingkat ekonomi, jenis pendidikan, tiap media massa berbeda-beda, serta juga frekuensi penerbitan apakah harian, mingguan, bulanan. Public relations perlu mengerti hal tersebut, agar bisa menyesuaikan jenis dan bagaimana public relations writting ditulis, untuk siapa ditujukan, di daerah mana, dan lain sebagainya

d.      Karakteristik wartawan
Karena setiap hari public relations bertemu wartawan, penting untuk mengerti dan memahami karena karakteristik masing-masing wartawa berbeda-beda. Wartawan memiliki ciri yang kritis dan ingin tahunya tinggi, karena mereka tidak akan puas dengan informasi yang ia dapat dari narasumber dan mencari informasi lain sehingga berita yang disampaikan dirasa cukup tingkat kredibilitasnya. Faktor kritis dipengaruhi karena tinggat pendidikan mereka yang tinggi sehingga daya analisis mereka menjadi kritis. Wartawan juga senang membuat berita yang komprehensif, yakni berita yang ditulis secara lengkap dan dari berbagai sudut pandang, karena wartawan memiliki keinginan memuaskan khalayak sehingga akan menciptakan kepuasan tersendiri di dalam dirinya. Selanjutnya, wartawan senang membuat berita eksklusif, yaitu lain dari pada yang lain. Hal ini dikarenakan ketatnya persaingan jurnalistik, sehingga mereka dituntud untuk menyajikan sesuatu yang tidak biasa. Bahkan ada beberapa wartawan yang tengah malam menghubungi public relations untuk mengkonfirmasi atas suatu informasi, karena inisiatif dia untuk membuat sesuatu yang berbeda yang tidak didapat wartawan lainnya. Public relations harus menghargai dan memahami usaha seperti itu untuk mendapat berita eksklusif. Wartawan juga bersifat nonprotokoler yang berarti mereka tidak terlalu bisa dengan hal yang formal dan mengikat, seperti aturan baju, jam bertemu dan lain sebagainya. Mereka lebih nyaman dengan aturan yang tidak terlalu membatasi gerak profesinya, selama masih dalam batas aturan yang wajar. Akan lebih baik jika aturan diterapkan berdasarkan jenis kegiatan apakah formal, baru diterapkan aturan baju formal dan datang tepat waktu, ataukah nonformal. Wartawan juga merupakan orang yang sibuk tapi tidak terikat jam kerja, karena memang tidak ada aturan jam kerja yang mengikat, tetapi karena peristiwa terjadi dimana saja, kapan saja hal itu tidak bisa ditunggu, mereka dikejar deadline, sehingga mereka bisa langsung menuju tempat kejadian yang dalam satu hari bisa terjadi beberapa kejadian yang membuat mereka sibuk. Karena itu public relations harus siap setiap saat dalam melayani mereka, dan menyiapkan berita, dan jangan membuat mereka menunggu berita karena ada berita lain yang mereka kejar. Dan yang terakhir, wartawan secara emosional cenderung membela mereka yang “tertindas” dan akan mengekspose sebagai posisi orang-orang yang tertindas.

MEMAHAMI KEBUTUHAN MEDIA
            Memahami kebutuhan media berarti public relations menghargai profesi media. Public relations perlu menerapkan hal ini, karena jika mereka sudah memahami, mereka akan mengerti apa yang dibutuhkan media, mereka akan bekerja sesuai yang dibuthkan media, sehingga media dalam menerima setiap informasi dari public relations akan merasa diperhatikan dan terpenuhi, pada akhirnya akan terjalin relasi emosional yang menunjang tugas public relaions dalam membangun citra melalui media. Kiyantono (2008) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memahami kebutuhan media, diantaranya :

1.      Selalu Menyampaikan informasi secara jujur
Hal ini berarti katakan apapun secara benar dan sesuai fakta, walaupun menyakitkan. Hal ini dimangsudkan sebegai salah satu cara meraih kredibilitas, yakni berbicara dengan jujur dan apa adanya. Jika public relations tidak bisa mengatakan karena faktor realitas, misal demi keamanan, tidak berwenang, atau masih belum jelas, katakanlah dengan jujur

2.      Penuhi janji ada
Hal ini berkaitan dengan point nomor 1. Jika anda berjanji untuk memberikan informasi, penuhi janji anda sebelum ditagih. Jika anda bohong media tidak akan percaya lagi, dan memilih pihak lain sebagai sumber informasi

3.      Jangan sampai memberikan pernyataan “no comment”
Jawaban ini keluar biasanya saat media membutuhkan klarifikasi mengenai sesuatu. Jangan katakan ”no comment” karena apa gunanya public relations jika hanya memberikan jawaban seperti itu? Karena pada dasarnya public relations adalah pintu informasi. Jika anda khawatir dampak dari jawaban anda, jawablah dengan sejujurnya untuk memberi suatu hal yang lebih pasti seperti “maaf itu bukan wewenang saya untuk menjawab” atau “maaf saya belum punya jawaban terperinci mengenai hal itu, masih saya pelajari”.

4.      Mencerdaskan pers
Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas wartawan dengan hal seperti mengadakan pelatihan jurnalistik dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan akan public relations dan perusahaan dipandang peduli dan respek terhadap profesi jurnalistik, dan dimana akan terjalin hubungan emosional yang baik juga terhadap public relations, terbangunlah hubungan yang baik.

5.      Melayani pekerjaan media
Public relation bisa dianggap partner dalam mendapat sumber infromasi bagi media, itulah fungsi public relations dalam melayani pekerjaan media. Banyak hal yang kaitannya dalam melayani pekerjaa media. Public relations perlu untuk inisiatif menghubungi media apakah sedang membutuhkan infromasi atau tidak, jangan hanya sekedar menunggu untuk dihubungi. Bisa juga dengan memberi informasi secara berkala kepada media. Informasi harus bernilai berita dan mampu bersaing dengan informasi lain yang masuk ke meja editor. Selain itu mereka juga perlu siap sedia 24 jam atas informasi yang diperlukan media jika sewaktu-waktu media memerlukan. Dalam hal tersebut, jangan membeda-bedakan media, layani semuanya dengan adil. Public relations juga perlu menyediakan detail latar belakang dari informasi, sehingga wartawan merasa ketercukupan informasi. Hal ini juga untuk meminimalisir informasi yang datangnya dari luar public realtions. Mengenai ketercukupan informasi public relations bisa secara berkala mengirimkan materi informasi melalui satu paket “Press-kitt” yang biasanya satu paket berisi sebuah press release, backgrounders atau fact-sheet, newsletter, annual report, dan gambar-gambar. Selain itu public relations juga perlu menyediakan akses bagi wartawan untuk berhubungan dengan top manajemen. Bisa jadi wartawan ingin melakukan wawancara dengan orang yang dianggap kredibel, disinilah tugas public relations untuk mengakomodasikannya. Yang terakhir sediakan juga materi dan fasilitas pendukung bagi tugas wartawan, seperti gambar, atau tempat yang diperlukan bagi kepentingan tugas wartawan, selama masih dalam batas yang wajar.

6.      Bersikap profesional dalam menghargai profesi masing-masing
Public relations harus menyadari tugas, kewajiban, dan etika profesi public relations dan wartawan. Public relations harus menghormati wewenang media dalam pemuatan informasi, jangan merayu terlebih memberi “amplop” untuk dimuat, ini sama saja melecehkan profesi wartawan. Jika memang baik pasti akan dimuat. Jangan juga meminta media untuk memberitakan atau tidak memberitakan sesuatu, jika ada kejadian yang kurang sesuai yang berpotensi diberitakan media, tugas public relations lah yang mencegah atau menghandle apa yang terjadi, serta memberikan informasi yang benar mengenai apa yang terjadi. Jangan juga mengeluh bahkan mengecam pada media. Entah karena berita tidak dimuat, atau pemuatan yang tidak sesuai yang diharapkan. Jika informasi yang dimuat tidak sesuai, dialogkan dengan baik dengan membawa fakta-fakta yang sebenarnya. Itu juga merupakan hal public relations sesuai yang diatur dalam UU pokok pers. Jangan mencampur adukan tugas marketing dengan jurnalis, hal ini berkaitan dengan kesalaha informasi yang dimuat lalu mengecam tidak akan memasang iklah di media itu. Pemberian infromasi juga jangan semata-mata berdiri demi kepentingan perusahaan saja, karena public relations merupakan jembatan antara perusahaan dengan public, kepentingan public disini juga harus dipikirkan. Untuk lebih memahami profesi jurnalistik public relations perlu untuk memahani tata aturan di masing-masing profesi agar hubungan pekerjaan diantara keduanya tidak menimbulka konfrontasi.

7.      Jalin komunikasi terus menerus
Hal ini untuk menghindari tersumbatnya saluran komunikasi antara public relations dengan media. Public relations perlu sadar hubungan diantara keduanya merupakan prinsip simbiosis mutualisme yang berarti saling membutuhkan satu sama lain. Jangan hanya menghubungi media saat ada butuhnya saja. Komunikasi yang terjalin secara terus menerus juga merupakan upaya dalam membangun hubungan yang baik diantara keduanya. Komunikasi terus menerus terjalin jika komunikasi personal diantara keduanya akrab, dan menciptakan situasi agar media cukup mengenal dan dekat dengan perusahaan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan perhatian secara personal tanpa menimbulkan kesan “memberi suara pers” misal memberi ucapan selamat ulang tahun kepada media. Dalam menciptakan kondisi media daat mengenal anda, bisa dilakukan dengan kegiatan press tour, press gathering dan lain sebagainya. Dengan begitu hubungan antara media dengan perusahaan dapat berjalan baik.

8.      Bekerja sama dengan media
Hubungan yang harmonis akan terjalin bila kedua memiliki keinginan untuk bekerja sama menunjang profesi masing-masing. Karena media adalah tangan panjang publik, maka berbicaralah untuk kepentingan publik bukan hanya untuk perusahaan. Public relations juga perlu untuk memudahkan media dengan memberi berita yang mudah digunakan dan dibaca. Hindarilah untuk berdebat dengan wartawan, kembali lagi kita harus bekerja sama dengan media demi terbangunnya hubungan yang harmonis. Nyatakan fakta diawal untuk memudahkan pekerjaan wartawan, karena wartawan sibuk, baru diikuti bukti dan contoh. Jika ada pernyataan yang menyinggung jangan mengulangi atau menyangkalnya. Beri jawaban yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika pertanyaan langsung jawab secara langsung, jika jawaban tepat seperti “iya” atau “tidak” jawablah seperti itu. Semakin keras suatu pertanyaan seharusnya semakin ringkas jawabannya. Yang terakhir janganlah melakukan konferensi pers kecuali hal tersebut dianggap berita oleh wartawan. Berarti public relations perlu pertimbangan dalam menyelenggarakan konferensi pers, apakah materi informasi bernilai berita, atau apakah public relations memiliki materi informasi yang mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA
Kriyantono, R. (2008). Public Relations Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan
Publisitas Koorporat. Jakarta: prenadamedia Group.

Komentar

Postingan Populer